Kamis, 11 Februari 2010

Penerapan CSR Tidak Bisa Dipukul Rata


JAKARTA - Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) oleh suatu perusahaan tidak bisa dipukul rata oleh suatu perundang-undangan yang dibuat pemerintah. Hal tersebut diungkapkan Ketua Asosiasi Tambang Batu Bara Jefry Mulyono pada sidang pleno permohonan uji materi UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Menurutnya setiap daerah atau wilayah memiliki keunikannya masing-masing. Sebagai contoh ia mengatakan bahwa suatu perusahaan di daerah Papua tidak bisa menerapkan CSR-nya dengan memberikan bantuan baju untuk menggantikan pakaian koteka yang mereka pakai selama ini.

"Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masing-masing lingkungan masyarakat memiliki kebutuhan hidup yang berbeda-beda. Oleh karena itu kita tidak ingin pemerintah menetapkan suatu ketentuan baku yang menyamaratakan bentuk kegiatan CSR yang harus dilakukan perusahaan," ujar Jefry.

Selain itu ia juga mengatakan bahwa pada dasarnya kegiatan CSR ini adalah kegiatan amal atau charity yang mementingkan gerakan moral di dalamnya. Jadi Jefry sangat menolak keras jika gerakan CSR ini diatur pemrintah melalui UU nomor 40 tahun 2007.

"CSR ini kan sama halnya dengan kegiatan amal yang dilakukan perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Masa kalau orang mau amal malah diatur-atur seperti ini. Kalau diatur-atur ya jadinya nanti bukan amal, " ujar Jefry tegas.

Senada dengan Jefry, Arief Siregar yang menjadi ahli pemohon dari asosiasi pertambangan mengatakan bahwa konsekuensi dari reagulasi CSR adalah matinya kreatifitas yang dimiliki perusahaan untuk melakukan program CSR-nya.

"Bayangkan saja jika kita diwajibkan untuk menyisihkan 2,5 persen dari keuntungan perusahaan sebagai bentuk CSR. Maka saya yakin akan banyak perusahaaan yang justru nantinya akan menurun rasa sosialnya," ujar Arief.

Lebih lanjut ia menegaskan bahwa kegiatan CSR bukan hanya masalah filantropi atau menyumbangkan uang, tetapi lebih dari itu yang memang tidak bisa diatur dan dibatasi oleh suatu perundang-undangan. (Tribun-Kaltim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar