Minggu, 14 Februari 2010

Forum Multi Stakeholder - Corporate Social Responsibility (FMSH-CSR) Kutai Timur Memakmurkan Masyarakat di Lokasi Pertambangan


A. Situasi sebelum Inisiatif
Bicara soal sumber daya alam yang melimpah, Kabupaten Kutai Timur tempatnya. Betapa tidak. Di Kutai Timur terdapat eksplorasi minyak bumi seluas 18 ribu hektar dan lapangan gas bumi seluas 39 ribu hektar. Belum lagi cadangan batu bara yang menghampar di sebagian besar wilayah Kutai Timur. Limpahan kekayaan alam ini jika diekspolarasi secara tepat akan mampu mendongkrak dan meningkatkan pendapatan Kutai Timur.
Terlebih lagi, sudah banyak perusahaan yang beroperasi di Kutai Timur. Sebut saja, PT. Kaltim Prima Coal, PT. Indomenco Mandiri, PT. Thiess Indonesia, PT. Darma Henwa Bengalon Coal Project, dan masih banyak lagi. Kehadiran perusahaan-perusahaan tambang ini tentu dapat memberikan kontribusi positif bagi kemakmuran masyarakat sekitar, jika dikelola secara benar.
Namun, sayangnya, kehadiran beberapa perusahaan sekala besar itu ternyata belum memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar lokasi perusahaan. Buktinya, di sekitar lokasi perusahaan masih banyak terlihat petani miskin dan pengusaha kecil yang tak pernah bisa berkembang.
Yang terjadi selama ini, tempat tinggal penduduk masih terkonsentrasi di sekitar operasi perusahaan. Keadaan ini dikarenakan sektor agribisnis kurang diminati masyarakat ketimbang sektor tambang batubara dan migas. Alhasil, masih sangat banyak lahan tidak produktif, lahan-lahan bekas hutan yang tidak termanfaatkan untuk usaha di sektor pertanian, perkebunan maupun sektor agribisnis lainnya. Persoalan tingginya angka kemiskinan masyarakat di sekitar perusahaanperusahaan itu, nampaknya disebabkan keterbatasan sumber daya manusia dan tidak bisanya mereka menikmati manfaat serta dampak ekonomi yang dihasilkan dari perusahaan-perusahaan tambang di sekitarnya.

B. Inisiatif dan Strategi Pelaksanaan Program
Melihat kondisi ini, tak pelak Pemerintah Kabupaten Kutai Timur berinisiatif mendorong perusahaan non perkebunan itu untuk membentuk Forum Multi Stakeholder Corporate Social Responsibility (Forum MSH-CSR), untuk bersama-sama menyalurkan bantuan dana CSR-nya. Tujuannya, untuk pembangunan ekonomi masyarakat di sekitar perusahaan se Kabupaten Kutai Timur.
Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur melibatkan stakeholder mulai dari kalangan aparat Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, DPRD, masyarakat, swasta dan LSM. Program Forum MSH-CSR ini dilakukan secara bertahap dan sistematis.
Langkah-langkah strategis yang diambil adalah:
a. Koordinasi antara Pemerintah Daerah, DPRD, swasta, dan masyarakat tentang program pembangunan yang dilakukan agar tidak terjadi overlapping dan ketidaksesuaian program dengan kebutuhan masyarakat; serta dilakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan/realisasi program.
b. Memanfaatkan alokasi dana CSR 2006 yang berasal dari PT. Kaltim Prima Coal yang totalnya senilai US$ 4.597.526 untuk program pembangunan berkelanjutan tujuh bidang, antara lain: 1) pembangunan agribisnis, 2) kesehatan masyarakat, 3) pendidikan dan pelatihan, 4) pemberdayaan ekonomi lokal, 5) pembangunan infrastruktur, 6) pelastarian alam dan budaya, dan 7) peningkatan kapasitas masyarakat.
c. Alokasi dana CSR PT. Indominco Mandiri tahun 2006 sebesar Rp.674.580.000,- untuk bidang ekonomi.
C. Hasil yang Dicapai dan Manfaat yang Diperoleh
Baru berjalan kurang lebih satu tahun, program Forum MSH-CSR ini telah terlihat hasil dan manfaatnya yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Menurut data yang diberikan oleh sekretariat Forum MSH-CSR, manfaat yang dapat dilihat secara umum dari program ini adalah:
• Program Pendidikan dan Kesehatan:
- Bantuan Program Beasiswa (SPM, SMA/SPMA, STPMD, S1); wilayah program di Kutai Timur (85 siswa baru SMP, SMU dan S1).
- Bantuan Beasiswa untuk program Pasca Sarjana (S2 & S3) di wilayah Kecamatan Sangatta, Bengalon, Rantau Pulung dan Kutai Timur (25 beasiswa S2 & S3 didistribusikan).
• Peningkatan Kapasitas Pengajar dan Metode Belajar:
- Program Prestasi Junior Indonesia wilayah Kecamatan Sangatta, Bengalon dan Rantau Pulung (1.000 siswa/mahasiswa di 7 sekolah/perguruan tinggi mendapatkan program kewirausahaan di sekolah).
- Quantum Learning & Teaching di wilayah Kutai Timur (40 guru di Sangatta, Bengalon dan Rantau Pulung dilatih quantum learning dan teaching, minimal 5 sekolah menjalankan di sekolahnya).
- Bantuan insentif para guru honorer dan tenaga medis di wilayah Kecamatan Sangatta, Bengalon dan Rantau Pulung (50 guru di desa terpencil mendapatkan insentif).
• Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan:
- Program Pencegahan HIV/AIDS wilayah Kecamatan Sangatta Utara, Sangatta Selatan dan Bengalon (penyuluhan HIV/AIDS di masyarakat minimal satu kali, yaitu kepada pemuda/remaja, masyarakat, pelajar SMP/SMU/mahasiswa, kelompok berisiko, tokoh masyarakat; pelatihan petugas puskesmas di Bengalon & Sangatta dan pemeriksaan rutin di lokalisasi minimal satu kali/bulan).
- Program Pengendalian Tuberkulosis (TBC) di wilayah Kecamatan Sangatta, Bengalon dan Rantau Pulung (angka penemuan kasus 60%, angka kesembuhan 85%).
- Program Penanggulangan Malaria dan Demam Berdarah di wilayah Kecamatan Sangatta, Bengalon dan Rantau Pulung (penyuluhan di masyarakat dan monitoring jentik minimal dua kali dalam setahun, angka container index maksimal 5%).
- Bantuan kesehatan masal kepada masyarakat (pengobatan masal, sunatan masal, katarak, penyuluhan kesehatan di radio, bantuan pengobatan) di wilayah Kecamatan Sangatta, Bengalon dan Rantau Pulung (operasi katarak dilakukan minimal 1 tahun, pengobatan masal minimal empat kali/tahun).
• Program Pengembangan Pertanian:
- Pengembangan tanaman jeruk di wilayah Kecamatan Rantau Pulung (40.000 bibit tersedia untuk pengembangan 100 ha jeruk).
- Pengembangan Akuakultur Keramba Ikan Air Tawar di wilayah Desa Sepaso Barat, Sekurau Bawah, Trans 102, Tepian Langsat, Trans 106 dan Sepaso Selatandi Kecamatan Bengalon).
Bidang Ekonomi;
a. Budidaya Jahe Emprit
� Lokasi: Desa Danau Raden, Suka Rahmat, dan Martadinata.
�Penerima manfaat: 134 orang, dengan luas areal 20m x 30m per orang.
� Pola Kemitraan: Perusahaan - kelompok tani - instansi terkait -
konsumen/pemasaran (PT. Helding).
� Kendala:
− Faktor alam (iklim dan kondisi tanah).
− Prilaku petani yang sebagian belum serius memanfaatkan peluang yang ada.
b. Budidaya Padi untuk penangkaran benih:
� Lokasi: Desa Kandolo dan Teluk Pandan.
� Penerima manfaat: 125 orang, dengan luas areal 65 ha.
� Pola Kemitraan: Perusahaan - kelompok tani - instansi terkait -
konsumen/pemasaran melalui BPSB (Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Kaltim)
� Kendala:
- Faktor alam (iklim dan kondisi tanah).
- Prilaku petani yang sebagian belum serius memanfaatkan peluang yang ada.
c. Budidaya Kedelai untuk penangkaran benih:
� Lokasi: Desa Martadinata.
�Penerimaan manfaat: 30 orang, dengan luas areal 27 ha.
�Pola Kemitraan: Perusahaan - kelompok tani - instansi terkait -
Konsumen/pemasaran melalui BPSB (Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Kaltim)
� Kendala:
- Faktor alam (iklim dan kondisi tanah)
- Prilaku petani yang sebagian belum serius memanfaatkan peluang yang ada
d. Budidaya Jagung:
� Lokasi: Desa Suka Rahmat dan Santan Tengah.
� Penerima manfaat: 30 orang, dengan luas areal 10 ha.
� Pola Kemitraan: Perusahaan - kelompok tani - instansi terkait -
konsumen/pemasaran ke pabrik pakan ternak Samarinda.
� Kendala:
- Faktor alam (iklim dan kondisi tanah).
- Prilaku petani yang sebagian yang belum serius memanfaatkan peluang yang ada Boleh dibilang, seluruh program tersebut dapat secara langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar perusahaan, tampaknya Pemerintah Kabupaten Kutia Timur telah berhasil memfasilitasi kepentingan antara masyarakat dan perusahaan-perusahaan. Masyarakat dan pengusaha mulai memahami bahwa pembangunan adalah tanggungjawab multi stakeholder, sehingga pemerintah relatif terbantu dengan keharmonisan hubungan antar stakeholder. Perusahaan juga merasa diakui perannya dalam pembangunan daerah, dan masyarakat memiliki peluang akses untuk membangun dengan sumber pendanaan non pemerintah.
D. Kesinambungan Program
Melihat tekad Pemerintah Kabupaten Kutai Timur berserta jajarannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah perusahaan, tampaknya program ini dipastikan akan berlangsung secara berkesinambungan. Terlebih lagi, program ini telah dilindungi payung hukum berupa Perda yang hingga saat ini sedang dikaji di DPRD Kutai Timur.
Selama perusahaan-perusahaan masih beroperasi di wilayah Kabupaten Kutai Timur, diyakini program ini akan terus berjalan. Tentu saja dengan syarat: tidak ada perubahan komitmen pemerintah dan segenap jajarannya tentang arah pembangunan yang tertuang dalam rencana stretegis pembangunan jangka menengah dan jangka panjang Kabupaten Kutai Timur sesuai dengan Perda. Dari inisiatif Pemerintah Kabupaten Kutai Timur ini, ada beberapa pelajaran yang dapat dipetik, terutama bagi pemerintah daerah yang sama karakteristiknya, yakni:
1. Mengurangi angka kemiskinan di sekitar wilayah perusahaan.
2. Meningkatnya perekonomian masyarakat di sekitar perusahaan.
3. Keberadaan perusahaan di daerah dapat terkoordinasi dengan baik dan manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat dan merata kepada seluruh rakyat di wilayah tersebut. Perusahaan yang beroperasi di Kutai Timur memberikan bantuan kepada Pemda untuk disalurkan kepada kebutuhan/kepentingan masyarakat.
4. Tidak terjadi overlapping pendanaan pembangunan perekonomian masyarakat di sekitar perusahaan.
E. Kemampuan untuk Ditransfer
Pada akhirnya, Program Forum Multi Stakeholder Corporate Social Responsibility (Forum MSH-CSR) Pemerintah Kabupaten Kutai Timur ini dapat sepenuhnya ditransfer ke pemerintah daerah lain. Namun, tentu saja semua itu tergantung pada karakteristik daerah masing-masing di Indonesia.

Kamis, 11 Februari 2010

CSR Tertunda Tidak Boleh Hangus


SANGATTA - Pemerintah Kutai Timur (Pemkab Kutim) telah membentuk Forum Multi Stake Holder (MSH) Corporate Social Responsibility (CSR) untuk mengkoordinasi penyaluran CSR agar optimal. Walaupun forum tidak langsung mengelola dana CSR, forum menjadi pintu masuk untuk membuat scoring dan skala prioritas dalam program CSR se Kutim. Sekretaris MSH CRS Kutim, Ismunandar mengatakan, forum tersebut tidak mengelola uang, namun membuat scoring dan prioritas untuk merealisasikan CSR. "Keputusan final tetap di masing-masing perusahaan," katanya belum lama ini.

Saat ini telah tercatat 31 perusahaan dari berbagai bidang usaha yang terhimpun dalam MSH CSR. Dari data forum, terlihat besaran CSR perusahaan mulai dari puluhan juta hingga puluhan miliar. Data terhimpun dalam format rencana dan realisasi mulai tahun 2006 sampai 2009.
Namun untuk tahun 2009, belum ada satu pun perusahaan yang melaporkan realisasi CSR-nya. Padahal antara Februari dan Maret 2010 harus sudah digelar rapat koordinasi untuk perencanaan CSR 2011.

Staf Monitoring dan Evaluasi Forum MSH CSR, Abdul Kadir Jaelani, meminta perusahaan untuk segera menyetorkan laporan tahun 2009. "Batas waktu penyerahan sebenarnya Desember 2009. Kami harapkan perusahaan segera menyetorkan laporan tahunannya," katanya.
Padahal forum sudah meminta laporan dengan mengirim surat dan e-mail untuk mengingatkan hal tersebut. "Kami sudah menyurat, tapi belum juga masuk. Kami harapkan laporan sudah masuk akhir Januari 2010. Karena Februari-Maret sudah dilaksanakan rapat koordinasi 2011," katanya.

Kadir menjelaskan, forum membagi CSR perusahaan berdasarkan pertimbangan zonasi. Zonasi menjadi pertimbangan utama karena tanggung jawab utama perusahaan adalah membangun ring terdekat. "Selain itu tujuan CSR adalah membangun komunikasi antara perusahaan dengan masyarakat di sekitarnya," katanya.

Secara teknis, usulan CSR yang dikelola forum diajukan melalui Bupati, Wakil Bupati, dan Asisten Ekonomi Pembangunan Setkab Kutim. Setelah itu forum menentukan scoring dan skala prioritas. Forum lalu memanggil penerima manfaat untuk mengkomunikasikan apakah program yang diajukan sesuai kebutuhan masyarakat. "Forum lalu membuat anggaran realistis sesuai harga sekarang," katanya. Hal itu untuk mencegah realisasi lebih besar atau lebih kecil dibandingkan kebutuhan yang diajukan.

Kadir juga menyatakan terdapat perusahaan yang belum merealisasikan seluruh CSR yang direncanakan tahun 2009. "Perusahaan harus tetap merealisasikan CSR yang tertunda tahun 2009 di 2010. CSR itu tidak hangus," katanya. Berdasarkan data MSH CSR, pada tahun 2006 terealisir CSR Rp 96 miliar, 2007 Rp 62,4 miliar, dan 2008 Rp 178 miliar. Sedangkan 2009 belum ada data. Kadir menjelaskan, sempat terjadi realisasi yang lebih besar dari rencana karena perusahaan juga memberikan CSR tersendiri di luar program via forum MSH CSR. (khc-tribunkaltim)

Pemkab Kutim Pertanyakan Janji KPC


Sangatta - Pemerintah Kutai Timur segera mengundang pihak PT Kaltim Prima Coal (KPC) untuk mengkoordinasikan janji yang disampaikan saat penjualan saham KPC ke PT BR tahun 2003 lalu. Janji tersebut meliputi pembangunan sekolah, rumah sakit, dan jalan.

Hal tersebut disampaikan Bupati Kutim, Isran Noor, Senin (1/2/2010). "Kita akan segera koordinasikan dengan KPC. Kita akan lihat mana yang bisa mereka kerjakan, mana yang harus didanai APBD," katanya. Berdasarkan janji BR, mereka siap membangun kampus STIPER, RSUD, juga Jalan Soekarno Hatta. Namun hingga kini proyek tersebut tak kunjung rampung," katanya. (*)

Di Kutim, Baru Tujuh Perusahaan Setor Laporan CSR

SANGATTA - Forum Multi Stake Holder Corporate Social Responsibility (CSR) Kutim merilis data hingga hari ini Kamis (11/2), baru tujuh perusahaan yang menyetorkan laporan CSR 2009. Padahal batas akhir penyerahan adalah akhir Desember 2009. Perusahaan yang bernaung dalam MSH CSR sebanyak 45 perusahaan.

Officer Monev MSH CSR, Abdul Kadir Jailani, mengatakan pihak forum meminta perusahaan untuk bisa segera menyetorkan laporannya, karena pertengahan Maret sudah digelar rakor CSR 2011. "Laporan menjadi acuan verifikasi dan monitoring atas realisasi riil 2009," katanya. (Tribun -Kaltim*)

Penerapan CSR Tidak Bisa Dipukul Rata


JAKARTA - Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) oleh suatu perusahaan tidak bisa dipukul rata oleh suatu perundang-undangan yang dibuat pemerintah. Hal tersebut diungkapkan Ketua Asosiasi Tambang Batu Bara Jefry Mulyono pada sidang pleno permohonan uji materi UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Menurutnya setiap daerah atau wilayah memiliki keunikannya masing-masing. Sebagai contoh ia mengatakan bahwa suatu perusahaan di daerah Papua tidak bisa menerapkan CSR-nya dengan memberikan bantuan baju untuk menggantikan pakaian koteka yang mereka pakai selama ini.

"Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masing-masing lingkungan masyarakat memiliki kebutuhan hidup yang berbeda-beda. Oleh karena itu kita tidak ingin pemerintah menetapkan suatu ketentuan baku yang menyamaratakan bentuk kegiatan CSR yang harus dilakukan perusahaan," ujar Jefry.

Selain itu ia juga mengatakan bahwa pada dasarnya kegiatan CSR ini adalah kegiatan amal atau charity yang mementingkan gerakan moral di dalamnya. Jadi Jefry sangat menolak keras jika gerakan CSR ini diatur pemrintah melalui UU nomor 40 tahun 2007.

"CSR ini kan sama halnya dengan kegiatan amal yang dilakukan perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Masa kalau orang mau amal malah diatur-atur seperti ini. Kalau diatur-atur ya jadinya nanti bukan amal, " ujar Jefry tegas.

Senada dengan Jefry, Arief Siregar yang menjadi ahli pemohon dari asosiasi pertambangan mengatakan bahwa konsekuensi dari reagulasi CSR adalah matinya kreatifitas yang dimiliki perusahaan untuk melakukan program CSR-nya.

"Bayangkan saja jika kita diwajibkan untuk menyisihkan 2,5 persen dari keuntungan perusahaan sebagai bentuk CSR. Maka saya yakin akan banyak perusahaaan yang justru nantinya akan menurun rasa sosialnya," ujar Arief.

Lebih lanjut ia menegaskan bahwa kegiatan CSR bukan hanya masalah filantropi atau menyumbangkan uang, tetapi lebih dari itu yang memang tidak bisa diatur dan dibatasi oleh suatu perundang-undangan. (Tribun-Kaltim)

Nelayan Kutim Panen 2 Ton Rumput Laut


BONTANG,- Kelompok Nelayan Harapan Baru Teluk Pandan Kutai Timur memanen dua ton rumput laut di perairan Teluk Pandan. Kelompok binaan PT Indominco Mandiri (IM) tersebut sebagian besar memulai budidaya rumput laut sejak 2005 di perairan Pagung Bontang Lestari. "Sebenarnya mereka ini ekspansi dari Bontang Lestari, 2006 pindah ke Tihi-Tihi dan 2008 masuk Teluk Pandan," ujar Sulaiman Community Development Organizer (CDO) PT IM.

Ia menjelaskan kelompok tersebut beranggotakan 25 orang dan sejak 2008 didukung dalam bentuk pendampingan dan bantuan bibit, tali serta perahu untuk memperlancar operasional. "Selain itu ada Dinas Kelautan yang juga secara sinergis melakukan pendampingan bersama kami," katanya.

Dalam panen rumput laut itu juga hadir CDO PT IM Hainun, Heldy Ferdian dari Dinas Kelautan serta Camat Teluk Pandan Hanasiah. Sulaiman menjelaskan, potensi pengembangan komoditas rumput laut di kawasan tersebut cukup tinggi.

Buktinya, kelompok nelayan Harapan Baru yang dulunya hanya menggunakan 35 jalur untuk budidaya, kini naik menjadi 85 jalur. "Satu jalur bisa mencapai 100 sampai 200 kilogram. Selanjutnya kaum perempuan di sana juga sangat tertarik mengembangkan produk olahan rumput laut untuk home industry," ujarnya. (asi)

Penciptaan dan Perluasan Lapangan Pekerjaan di Perdesaan melalui Program CSR


Indonesia merupakan salah satu Negara yang meratifikasi kesepakatan tujuan pembangunan millennium atau Milenium Development Goals (MDGs) dengan target pencapaian pada 2015. Salah satu sasaran MDGs tersebut yaitu menghapus kemiskinan dan kelaparan, memperluas kesempatan bekerja bagi masyarakat di pedesaan yang merupakan kantung-kantung kemiskinan. Ini berarti pemerintah haruslah melakukan berbagai upaya agar sasaran tersebut bisa dicapai sesuai dengan target waktu yang ditetapkan. Pencapaian target tersebut haruslah melibatkan sector swasta melalui tanggung jawab sosialnya atau Corporate Social Responsibility (CSR)

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ir. Ismunandar MT dalam kapasitas beliau selaku sekretaris Badan Pelaksana Forum MSH-CSR kabupaten Kutai Timur pada Lokakarya Pemberdayaan Tenaga Kerja Pedesaan Melalui Dukungan Corporate Social Responsibility yang dilaksanakan oleh Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Departemen Dalam Negeri yang berlangsung di Prioritas Hotel Bogor 1 s.d 4 Desember 2009.

Lebih jauh dalam penyampaiannya pada acara tersebut Ismunandar menjelaskan bahwa Pelaksanaan CSR di Indonesia dan Kabupaten Kutai Timur pada khususnya sudah diatur dalam undang2 No 23 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara dan Undang2 No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT), didasari oleh semangat untuk membangun Kabupaten Kutai Timur serta adanya Legal Frame Work yang jelas stakeholder di Kabupaten Kutai Timur membangun Forum MSH-CSR yang telah menjadi Best Practice Pemerintah Kab. Kutai Timur dan dalam pelaksanaanya mengacu pada SK. Bupati No. 71/02.188.45/HK/III/2006.

Lokakarya yang pesertanya berasal dari Departemen-Departemen di bawah naungan presiden ini, Ismunandar juga menjelaskan bahwa penting untuk melakukan identifikasi peran stakeholder dalam pelaksanaan CSR di daerah sebagai upaya untuk membangun sinergisitas antar stakeholder diantaranya, Pemerintah, DPRD Kabupaten, Perusahaan-perusahaan, masyarakat, LSM/NGO serta perguruan Tinggi, serta mengkaji permasalahan dan alternative solusi pelaksanaan program CSR, khususnya dalam penciptaan dan perluasan lapangan pekerjaan di perdesaan demi rakyat yang mandiri dan berdaulat tutur beliau.

Rabu, 10 Februari 2010

Layani Warga Tiga Desa IRR Bangun Klinik Pengobatan Gratis

SENGATA-Sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan dasar akan kesehatan, PT Indo Rak Resources (IRR) membangun klinik pengobatan untuk melayani 1.500 warga tiga desa terpencil di Kecamatan Muara Wahau secara gratis. Tiga desa itu adalah Ben Hes, Diak Lay, dan Dia Beq.

Ketiga desa ini mewakili sebagian komunitas paling terpencil dan tidak dapat diakses. Sehingga IRR sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batu bara ini menjadi perhatian serius dan harus segera disikapi. Jarak antara desa terpencil itu ke ibukota kabupaten sekitar 190 kilometer.

“Kami yakin kesehatan dan kesejahteraan masyarakat di daerah operasi tambang batu bara merupakan faktor penting dalam mencapai kesuksesan jangka panjang,” kata Chief Operating Officer (COO) PT IRR Said Rahman Prabhakar, belum lama ini.

Said mengatakan, inisiatif mendirikan tempat pengobatan bukan sekedar bentuk keinginan baik namun juga mencerminkan komitmen membantu menyelamatkan kesejahteraan warga yang tinggal di daerah sekitar lokasi tambang. Klinik pengobatan ini beroperasi di klinik perusahaan di Desa Ben Hes dan akan diatur dokter dari Medika Plaza, perusahaan penyedia jasa kesehatan dan pengobatan berstandar internasional.

“Nantinya tenaga medis perusahaan ini bersama-sama dengan dokter dan staf perawat dari puskesmas setempat,” ujarnya seraya menambahkan perusahaan juga akan menyediakan mobil ambulans untuk operasional tempat pengobatan tersebut.

Menurut Said, perusahaan juga telah melaksanakan bakti sosial dengan menggelar pengobatan gratis. Pihaknya akan terus memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan warga di sekitar lokasi perusahaan. Bahkan lanjutnya, bukan hanya soal kesehatan saja tapi juga masalah sosial lainnya seperti membantu sarana prasarana pendidikan dan pengadaan bus sekolah.

Ratusan warga datang untuk memanfaatkan layanan kesehatan gratis tersebut. Pelayanan kesehatan gratis ini didukung dr Mark Green dari IRR dan MEC serta dibantu tenaga medis dari Puskesmas Muara Wahau yakni dr Ardianto dan dr Gina. Dari kegiatan pelayanan kesehatan gratis ini, dr Ardianto menyebutkan, tidak ada yang terdiagnosis menderita penyakit berat.

“Hanya ada seorang warga menderita tumor di bagian leher, tapi sudah dianjurkan untuk ke RUSD AW Sjahranie di Samarinda,” katanya

Sementara itu Burhan Mas, kepala adat besar yang membawahi tiga desa tersebut mengambut gembira dengan kegiatan yang dilakukan perusahaan. Namun demikian, lanjutnya, kegiatan ini tidak hanya sampai disini saja, tapi berkelanjutan. Ia menyakini keberadaan investor ini akan memajukan desanya.

“Masyarakat selalu mendukung dan hidup berdampingan dengan perusahaan,” ujarnya.

PT IRR memiliki luas areal pertambangan sesuai izin yang dikeluarkan 12.100 hektare. Namun saat ini belum ada produksi yang dihasilkan, karena baru pada 2010 nanti akan berproduksi dan eksploitasi batu baranya. Kegiatan pertambangan ini dilakukan bersama Middle East Coal (MEC). MEC adalah perusahaan gabungan antara Uni Emirat Arab dengan Trimex Group yang akan menginvetasikan 700 juta dolar AS dalam bentuk pengembangan infrastruktur besar-besaran guna mendukung industri pertambangan batu bara di Kutim, serta mempromosikan pengembangan ekonomi yang berkesinambungan untuk masyarakat.

“Rencana infrastruktur terpadu ini akan mencakup jalan kereta api sepanjang 130 km untuk mengangkut batu bara yang telah ditambang menuju terminal bongkar muat berkapasitas besar di Muara Wahau. Tentu saja nantinya masyarakat akan dipekerjaan secara bertahap dengan dikembangkannya proyek ini,” ujarnya. (hms3)

Forum MSH-CSR Kutai Timur


Forum Multi Stakeholder (MSH) ini dimaksudkan sebagai suatu wadah yang mempersatukan berbagai pihak yang berkepentingan untuk berkonsultasi dan bertindak bersama mengenai berbagai masalah penting serta pemecahannya. Dalam hal ini berkaitan dengan pola dan praktek implementasi CSR agar dapat memberikan manfaat yang besar bagi pembangunan Kutai Timur.

Adapun Tujuan MSH Forum adalah untuk mengarahkan dan mendukung pengembangan dan pelaksanaan program dan kegiatan yang menyangkut perbaikan implementasi CSR, dari aspek perencanaan, pelaksanaan, monitoring hingga evaluasinya.

Program dan kegiatan yang diharapkan bersifat partisipatif, transparan dan dapat dipertanggung jawabkan serta dapat diterima secara demokratis oleh para stake holder